Oleh Muhammad Said Mursi
Ketika tidak setuju, sangat baik jika Anda mengatakan , ’’Ya, tapi...’‘ atau ‘‘Jika Anda jadi saya…’‘ atau kalimat lain yang sejenis daripada Anda mengatakan ‘‘tidak’‘. Anda bisa mengatakan, ’’ya’’, sehingga pintu hati lawan bicara terbuka, setelah itu Anda lanjutkan dengan ‘‘Tapi pelaksanaannya sulit karena faktor ini dan itu’‘ atau, ‘‘Saya setuju denganmu, tapi kalai aku tidak bisa datang...’‘ atau, ‘‘Ya, tapi kalau kalau Anda jadi saya, apakah Anda bisa melakukannya’‘ atau,’‘Bagus, tapi harus diperhatikan bahwa...’‘ pendeknya, Anda sambung kata ‘‘ya’‘ itu dengan ungkapan ketidaksetujuan Anda.
Para pakar komunikasi menasehati kita agar menggunakan cara ini bila kita berdialog dengan orang lain. Pengalaman kita juga telah mengajari kita kaidah, biarkan sejak awal lawan bicara mengucapkan, ‘‘ya’‘, dan halangi sebisa mungkin dia mengucapkan tidak’‘.
Kata tidak merupakan rintangan berat yang sulit ditangani. Kalau seorang sudah mengucapkan tidak, egoismenya memaksanya terus membela diri. Meskipun dia sadar bahwa kata itu tidak pada tempatnya, rasa sombongnya telah memegang kendali atas dirinya. Kalau sudah demikian, dia tidak mungkin mundur atau mencabut pendapatnya. Oleh karena itu, lebih baik Anda mulai berbicara kepada seseorang dengan memberi perhatian pada sisi positif dan menutup sisi negatif.
Seorang pembicara yang cakap adalah pembicara yang sejak awal memperoleh jawaban, ‘‘ya’‘ sebanyak-banyaknya. Dengan demikian, dia telah mengarahkan pandangan positif pendengar yang sulit dilepaskannya. Ketika seseorang berkata, ‘‘ tidak’‘, dia melakukan lebih dari sekadar membunyikan kata yang terdiri dari lima hutuf. Totalitas dirinya baik hormon, otot, maupun sistem syarafnya bersiap-siap untuk membela penolakan itu. Dengan kata lain, sistem syaraf dan otot itu menghalangi seseorang melangkah mundur. Padahal, kalau dia mengatakan ’’ya’’ kata ini tidak membebani kegiatan jasmaninya, bahkan seluruh bagian dari dirinya kettika itu mengambil arah mengikuti dan melangkah maju.
Hal ini bisa Anda praktikkan kepada seorang perokok, misalnya melalui dialog berikut ini.
‘‘Anda tahu benar bahwa bahwa Allah swt. Akan menghisab kita dan mempertanyakan kesehatan kita. Itu pasti.’’
‘‘Ya.’‘
‘‘Anda juga harus tahu bahwa tokok, terutama belakangan ini banyak menguras uang dan harta keluarga. Saya kita Anda sepakat dengan saya dalam hal ini.;
‘‘Ya.’‘
‘‘Anda mengerti bahwa mengganggu orang lain, seperti kaum wanita dan anak-anak, dengan rokok itu tidak boleh.’‘
‘‘Ya.’‘
Demikian dialog itu behalan. Kita bisa hitung berapa kali orang itu mengucapkan kata,’‘ya’‘ dengan penuh pengakuan. Padahal bisa saja sejak awal Anda menutup pintu dialog itu dengan ungkapan, ’’Kamu bersalah, boros, mendurhakai Allah, menambah polusi udara...’‘ kalau setelah itu Anda bertanya, ‘‘Apakah Anda mau meninggalkan rokok?’‘ mungkin dia menjawab, ‘‘tidak’‘. Coba, mana yang lebih baik.
Namun, terkadang kita terpaksa mengatakan ‘‘tidak’‘ ketika situasi dialog atau pertanyaan memaksa kita mengatakannya. Dalam hal ini, saya berpesan, jangan mengucapkan ‘‘ tidak’‘ tanpa menjelaskan alasannya, dan pakailah ‘‘ tidak’‘ yang terbaik.
Pertama, pada prinsipnya, berkaitan dengan ‘‘ rasa’‘. Orang yang ditanya, ’’Apakah datang’‘ lalu menjawab, ’‘Tidak, sebab Saya sibuk besok.’‘
Orang pertama telah menutup pembicaraan dan mengunci hati penanya. Orang kedua menolak dan menjelaskan sebab penolakannya. Artinya, orang kedua membuka pembicaraan sekaligus membuka hati penanya hingga membuatnya lupa bahwa dia menjawab dengan ‘‘tidak.’‘ Oleh karena itu, saya selalu berpesan, jangan mengucpkan ‘‘tidak’‘ tanpa menjelaskan alasannya.
Kedua, kita bisa mengucapkan tidak dengan intonasi yang bermacam-macam. Bisa dengan suata yang tegas dan keras (dengan tanda seru) atau dengan suara rendah dan ringan. Tentu saja yang kami sarankan adalah mengucapkan dengan intonasi atau suara yang rendah dan ringan, sebab dia menjadi seperti ‘‘ya’‘, apalagi djika diiringi dengan senyum.
Kutipan dari: buku ‘‘Panduan Praktis Dalam Pergaulan’ ‘, karya Muhammad Said Mursi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar