Senin, 04 Januari 2010

Menyunting Naskah: Kuasai Tata Bahasa

Oleh Romeltea


Editing (penyuntingan, menyunting, mengedit) secara umum adalah proses modifikasi bahasa, gambar, suara, video, atau film melalui perbaikan, penyingkatan, pengorganisasian, dan modifikasi lainnya di berbagai media. Orang yang mengedit disebut editor.

Dalam jurnalistik, khususnya cetak, editing secara praktis adalah mengoreksi atau memperbaiki naskah dalam dua hal: redaksional (bahasa, kata, kalimat) dan substansial (isi, data). Namun, titik tekan editing pada redaksional, tanpa mengubah substansi. Editor akan merombak kalimat yang tidak logis atau tidak berbahasa jurnalistik tanpa mengubah makna. Dengan demikian, di media massa, editor harus menguasa bahasa jurnalistik.

Tugas editor, selain memperbaiki naskah, juga termasuk menyeleksi naskah yang layak muat (fit to print) atau layak siar (fit to broadcast).

Di media cetak, ada yang disebut redaktur pracetak, namanya “layout editor”, bertanggung jawab atas desain layout. Untuk desain cover depan ada juga sebutannya, yakni “makeup editor.”

Di penerbitan buku, editor memilih naskah dan mengeditnya agar siap cetak dan menarik. Seringkali seorang editor menjadi “ghost writer” ketika sebuah naskah dirombak total atas persetujuan penulisnya.

SAYA sangat sering mengedit naskah. Saya menjadi “redaktur tamu” Majalah Mitra Polisi yang diterbitkan Sespim Polri. Saya juga menjadi “ghost editor” sebuah tabloid internal terbitan Humas sebuah perusahaan nasional. Saya pernah pula menyunting kumpulan tulisan atau naskah seorang master, doktor, dan guru besar, untuk dijadikan buku. Anda juga mau kumpulan tulisan Anda jadi buku? There’s no free lunch! He.. he…

Asyiknya mengedit antara lain kita jadi tambah ilmu dan wawasan. Saya sering mengedit naskah yang secara substansi tidak saya pahami, tapi alhamdulillah, tugas saya hanya merapikan tata bahasa dan memolesnya dengan sentuhan bahasa jurnalistik –hemat kata, menarik, dinamis, eye catcing, de es be.

Ketika saya mengedit naskah bertema manajemen strategis, otomatis wawasan saya bertambah soal ilmu manajemen. Ketika saya mengedit naskah keislaman Prof. Dr. KH Miftah Faridl, otomatis, alhamdulillah, wawasan keislaman saya bertambah pula. Ketika saya menyunting naskah buku Prof. KHO Taufikullah tentang Manajemen Zakat, dengen sendirinya dong wawasan saya meningkat soal zakat.

Demikian pula, misalnya lagi, ketika saya menyunting naskah tentang perkeretaapian, tentu saya jadi makin paham manajemen dan teknis perjalanan kereta api. Begitu pun saat saya menyuntung naskah soal reserse, kepolisian, dan seterusnya. Saya iri dengan editor di penerbit buku. Wawasan mereka lebih dulu meningkat sebelum pembeli atau pembeli buku itu.

Minat jadi editor? Gih, kuliah di jurusan editing. Gak sempat? Kursus deh di lembaga jurnalistik. Masih ‘gak sempet? Ya ampun…! Oke, otodidak juga bisa kali. Kuncinya, kuasai tata bahasa dan bahasa media (bahasa jurnalistik). Tentu, wawasan tentang berbagai hal, tanpa melupakan spesialisasi bidang ilmu, harus pula dimiliki.

Bahasa adalah modal dan senjata editor –tentu senjata utama para penulis pula. Orang sering sulit mengungkapkan pemikiran akibat kendala bahasa. Kalau penguasaan bahasa buruk, bisa jadi tulisan kita sulit dimengerti pembaca. Waduh, jangan-jangan penguasaan bahasa saya pun payah sehingga Anda pun tidak mengerti tulisan ini. Wasalam.

Kutipan dari Romeltea di www.romeltea.com/2009/12/23/menyunting-naskah-kuasai-tata-bahasa/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar