By Nanang Fitrianto
Bismillahirrohmanirrohim
“Bismillahi tawakaltu ‘alaullahi la haula wala quwwata illabillah, subhanallah,” itu Syahid yang selalu menuturkan do’a berpergian. Syahid (19 tahun) adalah anak yatim. Nama lengkap dia, Syahid Imam Rasyidin. Dia tinggal di tempat pembuangan sampah. Sekarang dia di pesantren untuk mendalami pelajaran agama. Dia berwajah biasa dan berpenampilan sederhana. Syahid ingin sekali membahagiakan orang tuanya dan menurutinya karena Syahid ingat bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Dia ingin menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa, keluarga, agama. Sekarang dia sedang di pertengahan semester, bulan November.
Ibu Syahid (42 tahun) selalu menyayangi Syahid sesuai dengan ajaran Islam, yaitu sakinah, mawadah, dan warohmah. Ibunya Syahid berjualan dengan warung dan bekerja di tempat orang lain sebagai pembuat kerajinan bunga-bunga dari plastik dari sampah hasil pungutan.
Syahid hidupnya selalu dihiasi oleh keindahan agama, walaupun ada masalah, Syahid selalu tegas menghadapi semuanya dengan optimis. Dia ingin seperti Nabi Muhammad SAW dengan mengikuti prilakunya. Syahid membacakan puisi,
jangan menyerahkan kemenanganmu pada siapa pun,
jangan menyerahkan kekurangan mu pada situasi apa pun,
tetap maju! Pantang mundur!
“Alhamdulillah Ya Allah, engkau telah melimpahkan ilmu yang bermanfaat untukku,” ungkap Syahid dalam hatinya sehabis pulang sekolah. Sekolah Syahid adalah tempat dia bertemu dengan teman, bershabat dengan para guru, dan menimba ilmu-ilmu yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Tempat itu bagi Syahid sangat menyenangkan. Ilmu itu tersebar di sekeliling Syahid dan ilmu itu harus Syahid dapatkan, Syahid berkata dalam hatinya. Kaya miskin, muda tua, semuanya berada di pesantren itu.
Saat itu saat Syahid pulang sekolah pukul dua siang, dia melihat poster lomba “Konsep Sains Tingkat Kelurahan” di mading sekolah. Syahid melihat lomba itu karena dia ingin sekali menjadi anak yang berprestasi agar bisa membahagiakan orang tuanya. Saat Syahid melihat poster itu, Syahid terlihat berkeringat, serius, dan puas apa yang dilakukannya. Syahid menyerahkan segala urusannya kepada Allah SWT Yang Maha Esa. Syahid berpuisi
penaik martabatku sebagai khalifah bumi,
lomba kelihatan kecil, tapi sungguh besar manfaatnya,
darahku terpacu bagai kuda nomor satu ,
harapan ku muncul ke permukaan,
saatku maju ke depan.
Subhanallah, hari ini begitu indah karena Syahid masih diberi nafas untuk pergi ke warnet mengirimkan email. Pada hari minggu, dia pergi ke warnet untuk mengirimkan email pendaftarannya ke panitia lomba. Warnet tersebut tak terlalu jauh dari pesantrennya. Sebelum itu, Syahid izin dulu kepada pembimbing asrama untuk pergi ke warnet dan menceritakan bahwa ia ingin mengikuti lomba. Pembimbingnya sangat senang sekali bagai anak kecil yang sedang berimajinasi seolah-olah bagai tokoh di film. Syahid diijinkan untuk tidak mengikuti kegiatan pesantrennya setelah dia pulang sekolah hingga pukul 5 sore agar Syahid dapat mandi di asrama dan dapat mengikuti pengajian maghrib. Saat itu hari sedang hujan, namun dengan semangat Syahid yang berkobar-kobar, hujan itu tak terasa dan Syahid tetap pergi ke sana.
Syahid yang daftar dengan semangat bagai mengucap bismillah di setiap ketikan di keyboard. Ia memandang layar monitor bak melihat kekasih yang sangat disayanginya. Hatinya sangat berharap agar menang.
“Lailahailallah,” takbir Syahid sebanyak 99x setelah sholat Shubuh. Setelah dua minggu lamanya, Syahid sudah mengumpulkan hasil lombanya pada panitia dengan mengirimkan naskahnya melalui email. Syahid setelah itu menunggu selama tiga hari. Syahid mencek hasil perlombaan itu melalui email. Setelah tiga hari ternyata Syahid adalah pemenangnya. Syahid kemudian berpuisi
di hatiku, pelangi sedang berkibar gagah,
kesenangan yang dashyat ini sama sekali tak menggoyahkan keimanan ku,
Aku sedang Thomas Alfa Edison.
Syahid memenangkan lomba itu karena dengan ketekunan dirinya. Setiap sholat, Syahid berkomunikasi kepada Allah SWT agar dirinya selalu diberikan semangat, ketekunan, dan kemenangan di setiap langkah hidupnya. Syahid pun telah meminta restu kepada pembimbing asramanya, orang tuanya, dan meminta kemenangan kepada Allah SWT.
Syahid saat itu yang sedang bahagia. Abang warnet pun melihat Syahid menampakkan wajah yang berseri. Semua yang melihat Syahid, Syahid seolah-olah sedang dihamparkan karpet merah sang presiden oleh orang-orang yang melihatnya. Syahid ingin naik motor Valentino Rossi dan langsung mempol gasnya sekuat-kuatnya.
“Alhamdulillah, atas izin Allah, hamba diberi kemenangan lomba, subhanallah,” ungkap Syahid dalam hatinya. Syahid membawa perwakilan sekolah untuk mengambil hadiah di tempat panitia. Tempat panitia itu berada lumayan jauh dari pesantren, kurang lebih 120 km. tempat itu bergunung-gunung, namun Syahid telah biasa daan karena sifat optimismenya dia menjadikan dia pantang menyerah. Saat itu hari Minggu, cuacanya sedang terik, jam sembilan setelah hari Sabtu dia mengecek email. Syahid memakai pakaian sopan ke sana. Hadiahnya adalah piagam penghargaan berwarna emas, sertifikat, serta uang Rp500 rb rupiah. Syahid berencana untuk memberikan uangnya pada orang tuanya saat liburan pesantren nanti.
Syahid membawa pembinanya dengan menggunakan angkot dan bis. Di dalam bis tersebut penuh sesak. Syahid dan pembina di jalan mengobrol. Tentang keluarga dan bagaimana usaha Syahid dalam memenangkan lomba tersebut. Mereka membayar ongkos sendiri-sendiri. Saat di jalan, Syahid ditawari untuk dipijat, namun orang tersebut diplototin oleh pembimbing Syahid dan langsung orang tersebut menyetop mobil dan kemudian ia turun. Saat ia sudah keluar, pembimbing itu memberi tahu bahwa ia adalah penghipnotis dilihat dari bahasa nonverbalnya. Syahid mengerti setelah dijelaskan oleh beliau.
Panitia itu memberikan uang itu dengan mengucapkan uang itu dengan mengucapkan penghargaan kepada Syahid. Pembina Syahid yang mempunyai anak di tumah, saat di jalan, menceritakan keadaan anaknya yang sedang masuk sekolah dasar, tapi uang pembina itu kurang. Saat Syahid menerima uang itu, Syahid menyumbangkan uangnya kepada pembina itu tanpa pamrih dengan wajah ikhlas tulus dari hatinya. Pembina itu mengucapkan syukur kepada Allah SWT kemudian berterima kasih kepada Syahid. Hati pembimbingnya itu terharu.
“Ya Allah, bimbinglah hamba pada jalan lurus di setiap langkah-langkah hamba, amin,” kata Syahid. Keesokan jarinya pada hari Minggu Syahid bertemu dengan seorang wanita. Syahid pun membawa kertas konsep sainsnya. Wanita itu memakai pakaian seksi. Syahid pun agak kuartir karena dia bukan wanita sholehah, namun Syahid berpikir optimis. Wanita itu langsung mendominasi obrolan. Syahid bertemu dia karena saat pengambilan hadiah, ternyata Syahid mendapat kesempatan untuk mengikuti lomba “Konsep Sains” tingkat kabupaten. Panitia itu merekomendasikan dia karena dia nilainya beda tipis, dia juara dua. Syahid pun setuju dan perempuan itu juga setuju. Syahid saat itu ingin membicarakan kesepakatan mengerjakan lomba itu dan ingin mengerjakan di mana. Syahid ingin bertemu dia lagi besok karena dia merasa tidak ada waktu lagi, sedangkan kemenangan sudah di depan mata kata Syahid.
Wanita itu bernama Risanita (19 tahun) yang kemarin sudah ber-sms-an dengan Syahid. Nama lengkap dia, Risanita Fiandi. Rumah Risanita tidak terlalu jauh dari pesantrennya Syahid. Rumah Risanita berada di dalam sebuah pesantren, namun Risanita bebas keluar masuk karena dia adalah anak dari pendiri pesantren.
“Assalamu’alaikum?” Risanita berkata.
“Wa’alaikumussalam,” berkata Syahid.
“Wajahmu bagai berlian di siang hari, eh sory, wajahmu kenapa dihujani keringat?” Risanita yang mengatakan tanpa malu-malu.
“(dengan sikap tetap optimis) Aku ke rumahmu jauh. Jadi begitu sampai, ku berkeringat.”
“Oh, Aku tak ingin kamu di luar dan tak ingin kamu kelelahan. Mari masuk ke dalam istanaku!” berkata Risanita.
“Terima kasih. Maaf, aku cuma mau mengasih konsep ini ke kamu. Tolong dilihat ya!” berkata Jihan.
Saat itu, mereka tanya jawab tentang konsep apa yang mau dikerjakan.
Setelah beberapa saat kemudian,
“Kamu ga mau capekkan saat di jalan nanti? Bawa minuman ini ya!” ucap Risanita yang bernada kuartir.
“terima kasih”
“Jangan sungkan! Anggap istana ini milikmu!”
“terima kasih. Saya rasa cukup dulu untuk hari ini, maaf, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam (sambil tersenyum lebar dan kelihatan taring giginya)”
Ya Allah, selamatkanlah hambamu ini di jalan, amin.
“Insya Allah, Pak Ustadz. Nasihat bapak akan saya jalani dengan ikhlas,” niat Syahid setelah mendengar ceramah sehabis pengajian Shubuh. Dua hari Syahid dan Risanita telah mengerjakan lomba bersama. Saat hari selasa setelah Syahid pulang sekolah pukul dua, Syahid diberikan izin untuk keluar ponpes. Risanita tidak seperti itu karena dia bebas keluar masuk karena ia termasuk salah satu pendiri pesantren itu. Walau demikian, status ia tetap santri. Syahid tidak ingin membuang-buang waktu. Syahid selalu mengingat pesan para ustadz, ustadzah, kya’i, orang tuanya. Syahid ingin membahagiakan ibunya karena ayahnya telah tiada. Ibu Syahid tinggal bersama bibi. Syahid pergi ke rumah Risanita sudah izin dengan pembimbingnya. Pembimbingnya saat itu menasehati Syahid agar ia selalu baca do’a karena di antara dua orang yang berbeda jenis kelamin ada syetan sebagai pihak ketiga yang selalu mengganggu untuk bermaksiat.
Saat Syahid sudah berada di rumah Risanita untuk mengerjakan lomba. Beberapa saat kemudian di tengah-tengan pengerjaan lomba tersebut. Risanita mengajak untuk mencari bahan materi konsep lomba yang telah dikonsesuskan bersama melalui internet. Saat Risanita dan Syahid membuka komputer, Syahid melihat sekali gambar porno, seperti wallpaper wanita yang tak mengenakan baju dan tema porno. Saat itu hanya Syahid dan Risanita yang berdua di kamar karena letaknya di kamar.
“Maaf, barangkali kamu tak tau saya ngga suka gambar ini. Tolong, bisa diganti wallpaper dan tema pornonya?” kata Syahid dengan optimisme.
“Oh, yah, maaf yah! Memang keindahan yang lazim, eh sorry, maaf yah! Peace! Keindahan yang tak sesuai itu tak pantas di hadapan mu, pantas tak dilihat. Tolong balikkan indera penglihatan mu,” kata Risanita.
“Makasih (sambil nengok ke belakang). Saya rasa itu bukan milikmu, gambar-gambar itu punya siapa?”
“Apakah orang yang secantik, seseksi, dan sesholeha aku pantas memiliki itu? Jelas itu punya orang lain.”
“Oh, saya pun berpikir demikian. Semoga kita dilindungi oleh Allah Yang Maha Esa dari segala kemaksiatan, amin.”
“Amiiin,” kata Risanita.
Mereka kemudian melanjutkan belajarnya.
Saat belajar, Risanita tidak serius dalam mengerjakannya. Dia selalu menanyakan hal di luar lomba. Dia pun memberikan perhatian yang berlebihan yang mungkin bertujuan untuk menggoda Syahid. Perasaan Syahid pun tak tahu apa tujuan Risanita karena ia selalu berpikir positif.
Saat itu Risanita menggunakan pakaian sholeha karena saat itu ada orang tuanya di rumah yang kemarin sedang bertemu kawannya di Hadrol Maut selama tiga minggu untuk urusan bisnis. Ya Allah, lindungilah hamba dari segala godaan nafsu syaithan, amin.
“Subhanallah, ini hari Jum’at di mana aku dapat sholat Jum’at yang begitu indah,” ungkap Syahid dalam hatinya. Pada hari jum’at, hari keenam, cuaca saat itu sedang hujan berpetir. Syahid semakin bersemangat karena begitu terpesona melihat fenomena alam. Syahid pulang jam 11 dari SMA pesantrennya untuk mandi sunah jum’at. Syahid pergi ke rumah Risanita setelah ia sholat jum’at.
Di rumah Risanita, Syahid belajar di ruang tamunya. Syahid berencana untuk mengganti konsepnya karena setelah ia pertimbangkan, itu lebih baik, namun Risanita tidak setuju. Syahid kemudian sholat istikharah untuk memutuskannya. Beberapa saat kemudian, Syahid memilih konsep yang pertama dan tidak ada perubahan terhadapnya. Syahid saat itu melihat ada pembantu Risanita yang sehabis belanja dan belanjaannya itu banyak sekali sampai ada yang mengantarnya.
Syahid saat itu menerima sms di hpnya dan kemudian melihat isinya,
Hy Risanita! Pa kBr nie? 9mn hbun9anmu dengan Syahid? Ci3”. Cman9at iaa! Sm9 berhasil d9n baik.”
Syahid berpikir bahwa ia tidak mau berprasangka butuk padanya, Syahid bertanya kepada Risanita. Risanita kemudian mengeles bahwa itu bukan seperti yang Syahid pikirkan.
“Itu dari temanku, temanku memang suka begitu. Maksud dia sebenar-benarnya, dia ingin agar kita berhubungan, eh maap, menang! Menuju bintang tertinggi!” kata Risanita.
“Oh. Iya, aku percaya,” kata Syahid, kemudian Syahid di dalam hatinya, “bila kau mencintaiku, tunggu aku seribu tahun lagi, aku lebih cinta ilmu (kata ustadznya Syahid)”.
“Aku sangat bahagia karena ku memiliki teman yang sangat sangat baik sepertimu”.
“Makasih yah atas pujianmu, lebih baik pertama kamu berterima kasih kepada Allah karena Dia yang menciptakan ku”.
“Oh, ya, ya. Terima kasih,” kata Risanita yang di dalam hatinya dia semakin suka kepada Syahid.
“Subhanallah, Aku dapat melihat karunia Allah saat mata ini masih diizinkan untuk membuka mata,” kata Syahid setelah membaca do’a bangun tidur. Pada hari ke-10, hari Selasa yang cuacanya sedang cerah-cerahnya, langit sedang biru-birunya menghiasi awan, Syahid sedang mengerjakan lomba di ruang tamu rumah Risanita. Selama itu Syahid heran karena Risanita selalu tidak serius dalam mengerjakan lomba karena kebanyakan hasil pemikiran dan tulisan itu berasal dari Syahid. Itu disebabkan karena Risanita selalu sibuk mencari perhatian bagai anak kecil yang membuat keonaran untuk merebut perhatian orang tuanya. Syahid memakai pakaian biasa dan Risanita memakai pakaian seksi. Risanita saat itu yang berpakaian seksi mendekati Syahid, tepat disebelahnya. Syahid tetap berpikir positif. Dia berpikir bahwa tindakan itu adalah yang terbaik. Dia pun mengajak kepada jalan yang benar kepada Risanita dengan baik-baik. Syahid pun berpikir positif bahwa Risanita mungkin sedang tidak dalam keadaan terbaiknya. Syahid ingin membiarkan ia hingga titik jenuh dan berpikir bahwa ia salah.
Syahid berpikir heran dengan kelakuan Risanita yang belum aktif dalam mengerjakan lomba. Ia selalu mencari perhatian Syahid. Syahid pun agak lelah sedikit dan memperhatikan keadaan rumah Risanita. Syahid melihat ada lemari yang penih dengan cover pria maco. Banyak DVD film romantis. Ada juga foto dengan temannya bersama laki-laki karena di situ jelas ada tulisan “luph u!” dan sedang merangkul cewek-ceweknya. Dan ada Risanita, namun dia tidak ada cowok yang merangkulnya. Risanita sebenarnya dilarang pacaran oleh ayahnya bagi teman-temannya yang tahu. Mereka tidak ada yang mau pacaran dengan Risanita karena ayahnya sudah menasehati teman-temannya agar tidak pacaran. Ayahnya akan menghukum keras kepada yang mau pacaran dengan anaknya karena sebelumnya nilai Risanita anjlok dan saat ayahnya diberi kesempatan untuk memberi sambutan kepada para wali murid, ayahnya, dalam satu pernyataan pidatonya, menyuruh agar pacaran itu dilarang yang dilengkapi oleh ayat-ayat Al-Quran dan al-hadits shohih. Syahid setelah itu dalam hatinya,
lihat, dengar, rasakan iman, iman. Iman yang ada dalam diri ini.
Berapa lama lagi kuhidup, berapa lama lagi ku bermangfaat bagi orang lain.
Aku harus bisa, beriman harus bisa, bertakwa harus bisa.
Banyak sudah godaan syethan yang kuterima, aku takkan menyerah sebiji sawi
pun padamu.
“Ya Allah, lindungilah ustadz-ustadz hamba yang selalu mengajarkan kami kebaikan, amin,” kata Syahid setelah ikut pengajian Shubuh. Pada hari ke-15, Minggu, ketika cuaca sedang cerah. Syahid ingin mengerjakan lomba sendirian hingga tanggal 19 dan satu hari untuk istirahat. Syahid melakukan itu karena ingin sekali menjadi juara. Dia ingin membahagiakan ibunya karena ia begitu berharga bagi Syahid. Syahid berpikir demikian di rumah Risanita. Syahid berpikir bahwa tindakan Risanita sudah berlebihan, Syahid mengambil inisiatif sendiri untuk mengerjakannya sendiri karena selama ini Syahid mengerjakan lomba selalu berdasarkan keputusan bersama dan negosiasi. Selain itu, Risanita yang mendominasi keputusan banyak bertanya, padahal buku-buku ada di depannya dan halaman-halaman kunci sudah ditandai. Risanita pun tetap menggoda dan ingin segera mendapatkan cintanya Syahid.
“Ya Aziz,” dzikir Syahid terus-menerus saat cobaan berupa sakit menimpanya. Pada hari ke-19 Syahid sakit. Ia pingsan dan dibawa oleh ibunya ke dokter setelah mendengar ini dari pembimbing asramanya. Ibunya membawa Syahid ke rumah sakit dekat pesantrennya. Syahid dibawa ke rumah sakit dengan naik angkot yang dibantu oleh bibinya. Saat itu Syahid belum memberi tahu Risanita tentang keadaannya. Empat hari sebelumnya, Risanita belum tahu keadaan Syahid, namun kadang menanyakan keadaan Syahid yang lemas gemulai saat mengerjakan lomba di rumahnya.
Sebelum hari itu, Syahid terus-menerus mengerjakan lomba tersebut hingga tidak tidur malam karena kompleksitas konsep Syahid yang membutuhkan extrapikiran dan tenaga. Ini dilakukan Syahid karena dia selalu ingat hadits ini “Man Jadda wajada” ‘ barang siapa yang berusaha, ia yang berhasil’. Akan tetapi, Syahid mengerjakan dengan berlebihan. Ia minum kopi berlebihan agar tidak ngantuk pada malam hari, namun karena berlebih, ia jatuh sakit berat dan harus dirawat di rumah sakit. Syahid sadar bahwa yang dilakukannya salah dan telah melanggar sunatullah, yaitu istirahat itu harus secukupnya, tidak boleh berlebihan untuk tidak tidur dan tidur.
Syahid saat itu matanya mengeluarkan air mata karena suhu badannya yang panas, batuk pilek, lemah tak berdaya. dia di rumah sakit selalu membaca takbir, shalawat ditemani oleh ibunya. Ibunya pun berdo’a saat sholat.
Ya Allah selamatkan anak hamba, sembuhkanlah penyakitnya. Ya Allah aku
sangat menyayangi anakku. Dialah anak hamba semata wayang yang menjadi
perantara pelindung-Mu kepadaku di masa tua nanti. Ya Allah selamatkan dia
hingga mencapai impiannya dan terus mendapat kelimpahan kemenangan,
alhamdulillah, amin.
Syahid pun semakin optimis, walau ia sakit, ia yakin menang. Syahid tidak dapat ikut lomba karena prediksi dokter, Syahid harus berada di rumah sakit selama lima hari untuk menstabilkan syaraf-syarafnya kembali. Selama Syahid sakit, Syahid pun berdo’a pada sholatnya agar diberi kesembuhan. Syahid berpikir bahwa hidup ini fana jadi kita harus berusaha, berusaha, dan berusaha. Syahid saat itu merasa bersalah kepada Risanita karena ia tidak dapat mengikuti lomba.
“Ya Allah berilah hamba kemenangan pada lomba ini, amin,” kata Syahid saat mengingat lomba. Pada hari ke-20, di hari yang hujan deras, di kamar yang berdinding biru, berkipas, di rumah sakit. Ada ibu Syahid yang sedang mengajak ngobrol pasien di sebehnya. Risanita sebelumnya berfikir bahwa ia akan berpresentasi bersama-sama pada hari ke-20.
Syahid menelpon Risanita pada tangga 20 ketika Syahid sudah mulai sadar. Saat itu Risanita pun sangat kaget, wajahnya penuh ketegangan dan kelihatan putus harapan. Syahid pun meminta maaf sebesar-besarnya pada Risanita. Syahid yakin selama belajar bersama, ia sudah paham. Syahid menelpon Risanita bertujuan untuk memberi instruksi lomba. Setelah diberi instruksi beberapa jam, Risanita pun mulai paham. Risanita paham, walaupun belum meyakinkan. Risanita saat itu merasa kasihan. Mungkin itu disebabkan oleh tindakan Risanita yang berlebihan. Risanita mulai sadar dan kasihan pada Syahid. Risanita pun pada hari itu pula, ia kasihan sebentar untuk mempresentasikan konsepnya. Ia pun belum latihan karena Syahid saat belajar bersama Syahid, Risanita selalu khilaf. Risanita pun kembali ke tabiatnya semula agar dia dapat perhatian Syahid dan berusaha untuknya, bukan karena Allah.
Syahid saat itu berdoa agar kelompoknya menang. Syahid pun dalam hati,
Semangat yang menggelora kita miliki, kita pasti bisa mengalahkan semua
Kita punya pikiran, akal, nafsu, perasaan
Kemenangan sudah di depan kita
Allahu akbar, kita pasti bisa
Allahu akbar, kita pasti menang
Allahu akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Risanita yang sedang di tempat lomba sedang menang dan kalahnya dia. Apakah arti dari semua ini bagi orang-orang yang hanya membuang waktu dengan tidur. Apakah arti semua ini bagi orang-orang yang berusaha waktu. hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Pada saat lomba, Risanita mempresentasikan lomba dengan persiapan yang minim. Risanita pun baru pertama kali ikut lomba, namun karena bakat ia langsung menang. Akan tetapi sekarang ini, jurinya lebih profesional karena berasal dari tingkat kabupaten. panitia saat menilai Risanita, ada panitia yang geleng-geleng kepala entah itu karena menilai presentasi Risanita bagus atau tidak bagus.
Risanita saat itu memakai pakaian muslim dan berjilbab. Risanita setelah berpresentasi, Risanita mengunjungi Syahid. Risanita saat mengunjungi Syahid dan menemui resepsionis rumah sakit, ia tidak boleh masuk karena kata resepsionis ia tidak boleh diganggu dulu, kecuali oleh keluarganya.Risanita kemudian berencana akan menemuninya saat menerima pengumumannya, yaitu empat hari ke depan. Syahid pada waktu itu sedang berserah diri dengan mengingat ayat ini
Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya
yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang
berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maaidah: 10).
“Lailahaillalah,” ungkap Syahid 99x setelah ia sholat dalam posisi berbaring. Setelah 4 hari, Risanita melihat pengumuman di emailnya dengan berharap sekali saat membuka itu ia menang. Kemudian muutnya Risanita tersenyum untuk menenangkan keadaan, namun nama kelompok Risanita tidak terpampang sebagai juara I, II, melintas di matanya. Risanita pun kemudian menangis sejenak. Perasaan Risanita saat itu sudah mulai sadar karena pada waktu itu, dia tidak serius dalam mengerjakannya.
Syahid sebelumnya selalu berkata insya Allah, kita menang. Itu membuat Risanita menjadi cemas karena ia tidak menarik perhatian Syahid lagi. Akan tetapi, Risanita pun tak terlalu peduli kelihatannya.
Risanita pun kemudian menelpon Syahid. Syahid pun tetap optimis bahwa di masa depan, Insya Allah, dia akan menang. Syahid pun menyuruh Risanita ke rumah sakit untuk mengobrol. Syahid mengingat ayat di bawah ini,
"Dia-lah Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanaman-tanaman: zaitun, korma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami-(nya), dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran. Dan Dia-lah Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk, dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk. Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (QS. An-Nahl: 10-17).
“Ya Allah berilah hamba kekuatan untuk menghadapi ini semua, amin,” ungkap Syahid karena dia merasa dia sangat membutuhkan Allah dalam perjalanan hidupnya. Setelah satu jam kemudian, Risanita datang ke rumah sakit. Risanita menanyakan bagaimana keadaan Syahid. Risanita pun menyemangati Syahid agar tetap kuat walaupun sakit. Dia menanyakan keadaan Syahid selama setengah jam. Setelah dia puas melakukan itu,
“Maaf, saya punya pertanyaan yang mengganjal di hati. Saya tidak ingin berprasangka buruk padamu. Jawab jujur! Kenapa kamu selalu menggoda aku!” kata Syahid.
“Saya sebagai teman seharusnya memberi perhatian lebih dan seharusnya wajar menyayangi teman sendiri. Emangnya ngga boleh sebagai teman saling mencintai?” kata Risanita.
“Boleh, tapi tidak boleh berlebihan dan secara halal. Bukankah Islam udah ngasih kita petunjuk mana yang baik dan buruk? Oleh karena itu, kita harus menjalani petunjuk Allah apapun yang terjadi.”
“Oh. Makasih yah nasihatnya. Perutmu udah dikasih makan? Saya lihat kelaparan yang menjadi-jadi pada ekspresi wajahmu.”
“Terima kasih sudah memberi perhatian padaku. Namun, aku tak mau berprasangka buruk padamu. Tolong jujur. Kamu kenapa menggoda aku terus? Jujur!” kata Syahid yang badannya lemah dan melihat Risanita yang bingung, “tenang saja, aku ga akan marah padamu. Tolong, jawab jujur!”
Risanita yang melihat keadaan Syahid yang baru sembuh jadi tidak tega untuk menyimpan segala keegoisan lagi dalam hatinya, “Saya sesungguhnya ada perasaan istimewa padamu. Saya suka sama kamu. Jadi, maaf kemarin, saya selalu mencari perhatian lebih darimu. Maaf ya?” kata Risanita yang bernada kasihan.
“Iya, saya maafkan, tapi lain kali jangan diulangi lagi ya!”
“Insya Allah,” kata Risanita yang masih diragukan perkataannya, dilihat dari raut wajahnya.
“Alhamdulillah,” kata Syahid yang optimis bahwa Risanita, Insya Allah, akan berubah.
Syahid kemudian mengajukan beberapa pertanyaan pada Risanita. Ternyata Risanita begitu karena dipengarujhi oleh lingkungan sekitar. Saat SMP, dia sekolah di tempat yang terkenal nakal. Dia diajak oleh sahabat yang mengajak pada kesesatan. Hingga SMA juga di tempat yang pergaulannya buruk. Akan tetapi, saat kelas dua, dia pindah ke pesantren karena ayahnya Risanita pernah melihat pesta kenaikan kelas di daerah restoran yang berisi pasangan anak SMA yang tak berstatus mahram melakukan maksiat, seperti pegang-pegangan tangan, berpelukan, rayu-rayuan. Ayahnya saat itu memang sering lewat situ sehabis berelasi bisnis dengan temannya. Syahid menasehati Risanita dengan ilmu agama yang dia miliki. Di antara nasihat Syahid,
Sampai mencapai kenikmatan duniawi, kita tak pernah tahu
Apakah kita bahagia di akhirat kelak
Kita hanya berusaha, menyalurkan, mendapatkan apa yang kita usahakan
Indah memang dunia itu, namun itu fana
Indah memang pacaran itu, namun itu fana
Yang sejati adalah beribadah kepada Allah dengan sepenuh hati, pikiran, niat,
tindakan.
Syahid menasehati Risanita saat pikiran dan jiwa Risanita dibuka oleh cahaya. Ketika air mata Risanita mencairkan keadaan. Ketika benci melepuh dengan dashyat, seakan tak ada lagi halangan benci di antara mereka. Mereka bertukar pikiran.
“Alhamdulillah,” ungkap saat Syahid memetik hikmah yang terkandung di setiap kejadian yang telah dialami. Risanita menjadi sadar dan Syahid juga mengambil pelajaran berharga. Risanita menjadi sadar ketika Allah membuka mata hatinya melalui penerangan-Nya melalui Syahid. Risanita merasakan suatu kenangan indah yang insya Allah akan ia kenang dan lakukan selama hidupnya. Ia sadar bahwa kesenangan duniawi, seperti apa yang ia lakukan dahulu itu hanya sementara. Kesenangan abadi datang ketika kita mengabadikan momen-momen paling bahagia saat bersama Allah melalui ibadah kepada-Nya.
Syahid pun mengambil pelajaran berharga di balik setiap kejadian di masa lampau untuk lebih bertakwa kepada Allah. Syahid pun pulang ke rumah diantar oleh ibunya tersayang. Selanjutnya, Risanita pun belajar keindahan agama dari Syahid. Semakin Risanita belajar semakin semangat ia belajar bagai minum air laut yang semakin diminum semakin kehausan. Risanita pun mengingat ayat yang di sampaikan oleh Allah melalui perantaraan lisan Syahid,
Serulah (manusia) kepada jalan Allah SWT-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Allah SWT Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An Nahl:125-128).
Risanita pun menyebarkan kebaikan kepada teman-temannya dengan prilaku akhlakul kharimahnya. Insya Allah, Risanita sudah menjadi baik. Risanita sekarang sedang berdoa agar kita semua agar dosa kita diampuni karena Risanita selalu berdzikir,
Astaghfirullohhal adziim li wali wali dayya wali ashabil khuquq ala wal jamiil mu'minin wal mu'minat wal muslimiina wal muslimat al akhyaa 'i minhum wal amwaat. Artinya, aku mohon ampun Ya Allah Dzat Yang Maha Agung, juga ampuni kedua orang tuaku dan orang-orang yang punya kewajiban pada aku, dan semua mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat yang hidup maupun yang sudah meninggal.
≈
Nanang Fitrianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar